Indikator asam-basa adalah senyawa halokromik yang ditambahkan dalam
jumlah kecil ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan
memberikan warna sesuai dengan kondisi pH larutan tersebut. Pada
temperatur 25° Celsius, nilai pH untuk larutan netral adalah 7,0.
1. TEORI ASAM BASA
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal berbagai zat yang
kita golongkan sebagai asam dan basa. Contoh senyawa asam : asam jawa,
asam cuka, asam sitrat pada jeruk. Contoh senyawa basa : sabun, air
kapur. Salah satu sifat asam dapat dikenali dari rasanya yang masam dan
bersifat korosif, sedangkan sifat basa rasanya pahit dan licin bila
dipegang. Contoh : kapur sirih mempunyai rasa pahit dan sabun terasa
licin bila dipegang.
Pada bab tentang larutan elektrolit di kelas X telah dibahas bahwa
larutan asam, basa dan garam dapat terionisasi menjadi ion-ionnya
sehingga digolongkan ke dalam larutan elektrolit. Ion-ion apakah yang
menyebabkan sifat asam atau basa suatu
larutan ? Beberapa teori yang menjelaskan sifat asam dan basa,
antara lain teori Arrhenius (1887), Bronsted dan Lowry (1923), serta
Lewis (1923).
- Teori asam basa Arrhenius
Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang dalam air melepaskan
ion H+. Pembawa sifat asam adalah ion H+. Reaksi ionisasi asam dalam air
dapat dirumuskan sebagai berikut :
HxA (aq) → xH+ (aq) + Ax- (aq)
Jumlah ion H+ yang dapat dihasilkan oleh satu
molekul asam disebut valensi asam, sedangkan ion lain yang bermuatan
negatif disebut ion sisa asam. Asam yang dalam larutannya banyak
menghasilkan ion H+ (terionisasi sempurna) disebut asam kuat, sedangkan
asam yang sedikit menghasilkan ion H+ (terionisasi sedikit) disebut asam
lemah. Dalam penulisan reaksi ionisasi, asam kuat ditulis dengan satu
anak panah, sedangkan ionisasi asam lemah ditulis dengan anak panah
bolak balik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar